BOJONEGORO – Biaya pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) diduga rawan dengan praktik pungutan liar (pungli) seperti yang ada di desa Purworejo, kecamatan padangan, kabupaten Bojonegoro yang mematok biaya 755rb per bidang.
Mengingat PTSL merupakan program kerja sama antara Kementerian ATR/BPN dengan Pemdes. Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Suyus Windayana mengatakan, semua biaya mulai dari sosialisasi, pengukuran, hingga penerbitan sertifikat tanah telah ditanggung oleh APBN (anggaran pendapatan belanja negara) alias gratis untuk biaya wilayah jawa-bali 150rb dan luar Jawa 450rb.
Ketika awak media mengkonfirmasi via WA (WhatsApp) terkait biaya program PTSL rajimin selaku Ketua panitia PTSL di desa Purworejo kecamatan padangan kabupaten Bojonegoro tidak bisa memberikan tanggapan dan terkesan tertutup.
Terkait itu, LSM PIPRB (Perkumpulan Independen Peduli Rakyat Bojonegoro) yang beralamat di Jalan Kapten Rameli Ledok Wetan Bojonegoro, melalui Ketuanya Manan, memberikan tanggapan “Apabila ada oknum perangkat desa atau kelompok masyarakat (pokmas) selaku pelaksana kegiatan meminta pembayaran pengurusan PTSL yang nilainya lebih dari ketentuan yang ada, maka dapat dipastikan tindakan tersebut menyalahi aturan dan masuk kategori pungli, apalagi tidak bisa menunjukkan rinciannya. Selain itu, juga sebenarnya bisa berurusan dengan hukum, karena pungli itu sama saja dengan tindakan pidana korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (crime ordinary) atau kejahatan luar biasa, yang harus diberantas,” katanya.
Lebih lanjut, program PTSL ini merupakan salah satu program pemerintah untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan sertifikat tanah. Sertifikat tersebut, dinilai penting bagi para pemilik tanah untuk menghindari sengketa serta perselisihan di kemudian hari.
“Program PTSL itu gratis dan sesuai dengan SKB 3 Menteri, disebutkan biaya PTSL untuk Jawa-Bali sebesar Rp 150 ribu. Berarti kalau lebih dari itu bahkan sampai Rp 500 ribu per bidang tanah untuk mendapatkan PTSL, sudah jelas itu dilarang dan sangat menyalahi aturan yang ada,” ungkap manan.
Jika hal itu tetap dilakukan, masih kata manan, maka Panitia PTSL dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang 20 tahun 2001 Pasal 12 huruf e tentang Pidana Korupsi Jo. Pasal 423 KUHP.
Terkecuali, imbuhnya, apabila dalam terjadi kekurangan biaya yang dibutuhkan dan melebihi biaya yang diatur dalam SKB tiga Menteri dan Peraturan Bupati (Perbup), maka kekurangan tersebut dibebankan secara fisik kepada peserta sehingga panitia tidak diperkenankan memungut tambahan biaya dalam bentuk uang.
“Jika tidak ada dasar hukumnya,
memungut tambahan biaya apapun, tetap saja disebut pungutan liar. Dan apabila Aparat yang berwenang tidak melakukan tindakan, kami mensinyalir adanya kong kalikong atau tau sama tau, ujar MANAN yang mengaku bangga menjadi aktivis LSM sejak tahun 2004 di Kabupaten Bojonegoro itu, mengakhiri wawancara ini.
Diketahui, tahun ini di Kabupaten Bojonegoro ada 23 desa yang mendapatkan program PTSL. Sementara itu, jumlah kuota PTSL se Kabupaten Bojonegoro, sebanyak 11,000 hektar atau 25,000 bidang. (Sl/guh/red)