Bojonegoro – Tanah sengketa yang terletak di Desa Samberan, Kecamatan Kanor menuai konflik antara pihak desa dengan warga. Pasalnya Ahli waris dari tanah tersebut tidak terima jika penjualan tanah tidak melalui persetujuan darinya selaku ahli waris.
“Endang mengaku penjualan tanah itu Tanpa sepengetahuan dirinya, dan tanpa sertifikat. Bahkan dalam jual beli tanah itu mendapatkan surat jual-beli dari pihak desa setempat. Kenapa bisa pihak desa mengeluarkan surat Tampa melihat kelengkapan administrasi dan bukti sertifikat tanah itu.
[irp]
[irp]
[irp]
Arif Rahman selaku Kepala Desa Samberan, Kecamatan Kanor saat dikonfirmasi menjelaskan, kami pihak Desa sudah berusaha mediasi pihak satu dan dua. Kita tidak ada motif lain dari kasus ini, Minggu (19/05/2024)
“Memang saya yang mengeluarkan surat akte jual beli tersebut dan juga saya memang yang menandatangani surat tersebut, terus terang waktu itu saya tidak tahu proses jual belinya, bahkan tidak menyaksikan jual belinya secara langsung. Tetapi memang pihak desa yang telah mengeluarkan surat akte jual beli itu, tambahnya.
Saat disinggung terkait apakah sebelum mengeluarkan surat akte jual beli pihak desa tidak mempertanyakan bukti dari pihak penjual (Sertifikat) bahwa ia mendapatkan persetujuan dari ahli waris lainnya, Arif menjawab waktu itu sudah ditanyakan, katanya sudah tetapi memang saat itu tidak menunjukkan bukti.
Hal yang sama diungkapkan oleh Mahmudi selaku Bayan Desa Samberan, Kecamatan Kanor menjelaskan, iya mbak memang dulu pihak desa sempat mengeluarkan surat jual beli itu. Tetapi karena pak Eko tidak bisa menunjukan bukti sertifikat tanahnya yang akan dijual maka surat itu kami cabut dan tidak berlaku lagi/tidak sah.
“Surat jual beli sempat dibawa pak Eko Pulang, karena waktu itu saya meminta tandatangan kepada pihak ahli waris lainnya. Tetapi setelah saya mendapatkan kabar dari salah satu keluarga pak Eko, bahwa sertifikat tanahnya tidak ada, dan dibawa mbak Endang jadi akhirnya saya cabut surat jual belinya, tambahnya.
[irp]
Lebih jelas ungkap Mahmudi, untuk pembelinya sebenarnya masih saudara sama pak Eko. Dan untuk pembeli jadi hanya memegang kwitansi bukti pembayaran saja, yang berjumlah 90 juta seingat saya.
“Saat disingung apakah pihak Desa memiliki bukti pencabutan surat jual belinya/surat jual belinya masih tersimpan di balai desa, Mahmudi menjawab tidak ada bukti pencabutan surat jual belinya mbak, dan untuk suratnya sudah hilang, jadi pihak desa tidak memiliki bukti pencabutan surat beli tersebut, tambahnya.
Dan kami sudah bicara dengan pembelinya, dan memberitahu bahwa tidak bisa membeli tanah sengketa tampa ada persetujuan dari pihak-pihak terkait. Tetapi pembelinya menjawab itu urusan saya sama Eko nantinya, tambah Mahmudi.
Dan saat disinggung terkait pengakuan kades yang menandatangani surat jual itu, serta bagaiman bisa pihak desa bisa mengeluarkan surat jual beli, Mahmudi menjawab, ya karena waktu itu saya pikir ada sertifikat nya jadi kami pihak desa berani mengeluarkan surat jual beli. Dan untuk pernyataan pak kades, ehms… mungkin karena banyak pikiran atau gimana.
Mahmudi juga menambahkan, sebenarnya, kami pihak desa tidak mengeluarkan akte jual beli mbak, hanya surat keterangan jual beli saja bukan akte. Dan juga belum ditandatangani oleh pihak kades waktu itu. Hanya memang surat jual beli yang dikeluarkan pihak desa sudah diserahkan ke pak Eko.(Red)
Kontribusi liputan: Laela