Atasi Kebodohan, Usulkan Wajib Belajar 12 Tahun, Harus Diterapkan dan Negara Harus Hadir

admin
Img 20221208 Wa0114 Copy 231x502

Bojonegoro – Raperda penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak yang di inisiasi oleh DPRD Kabupaten Bojonegoro khususnya komisi C, sudah memasuki tahapan pembahasan untuk menguji naskah akademik yang telah di buat. Maka pada hari Rabu 7 Desember 2022 bertempat di creative room lt 6 gedung Pemkab Bojonegoro Jl. P. Mas Tumapel No 1 Bojonegoro Dinas P3AKB Kabupaten Bojonegoro mengundang instansi terkait untuk memberi masukan terhadap Raperda PPA dengan mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD)

[irp]

Sholikin Jamik, Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro yang di undang mewakili instansi Pengadilan Agama menyampaikan apresiasi yang mendalam terhadap Raperda ini sehingga perempuan dan anak yang selama ini menjadi kelompok rentan di wilayah publik ada perlindungan, dan kepastian hukum bila ada masalah.
Hanya Sholikin Jamik setelah membaca naskah akademiknya mempertanyakan perempuan yang menjadi janda itu perlu di lindungi atau tidak di mana data di Pengadilan Agama Bojonegoro per Nopember tahun 2022 sudah ada 2.809 janda. Anak anak yang nikah di bawah umur ada 515 orang.

Jadi “Jumlah yang cukup besar di Kabupaten Bojonegoro ini cukup rentan terjadi ketidak seimbangan sosial karena janda dengan jumlah cukup fantastis di samping harus mencukupi diri juga menjadi kepala keluarga bagi anak-anaknya pasca percerain, belum anak yang menikah dibawah umur potensi kerawanan akan pasti datang yaitu kematian saat melahirkan dan stunting anak yang dilahirkan serta yang pasti menambah deretan perceraian karena ekonomi dan menambah kemiskinan baru di Kabupaten Bojonegoro. Ungkap sholikin

[irp]

Sholikin Jamik lebih lanjut menjelaskan raperda ini sebaiknya harus menjangkau pencegahan, bukan hanya membahas tentang penanganan karena penanganan itu akibat yang harus kita cari itu sebabnya. Seluruh regulasi yang ada tentang perlindungan hukum perempuan dan anak masih berkisar pada penanganan pasca kejadian misalnya di Mahkamah Agung ada peraturan Mahkamah Agung Nomer 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan hukum. Dan perma nomer 5 tahun 2019 tentang pedoman mengadili perkara dispensasi nikah. Bahkan Dirjen Badan Peradilan Agama mengeluarkan instruksi kepada seluruh Pengadilan Agama se Indonesia dalam suratnya Nomer 1669/DJA/HK.00/5/2021 Tanggal 24 Mei 2021 tentang jaminan pemenuhan hak hak perempuan dan anak pasca perceraian.” Semua masih melindungi pasca kejadian dalam penanganan.

Belum bicara tentang pencegahan, maka Sholikin Jamik mengusulkan dalam Raperda ini agar menjangkau pada aspek pencegahan karena kasus kasus perempuan dan anak yang terjadi di Bojonegoro rata-rata akibat pendidikan yang rendah dan masalah ekonomi. Raperda ini akan memiliki makna bila aspek pencegahan itu dominan di masukkan dalam pasal-pasal yang bersifat memaksa, maka bila semua menyadari bahwa kasus-kasus perempuan dan anak akibat karena aspek kebodohan karena pendidikan rendah dan kemiskinan karena ekonomi dan banyak pengangguran. Kata Sholikin

[irp]
Sholikin menabahkan,” maka dari aspek pendidikan Sholikin Jamik mengusulkan dalam pasal 7 dalam raperda berbunyi “Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar 12 tahun untuk semua anak” diubah menjadi “Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan program wajib belajar 12 tahun untuk semua anak”.

Sehingga Bojonegoro bebas dari penduduk yang tidak lulus SLTA, caranya karena wajib maka pemerintah daerah harus hadir memberi beasiswa yang putus SD atau putus SLTP, Kepala Desa mendata penduduknya yang putus SD atau SLTP untuk di sekolahkan dengan biaya beasiswa dari APBD.
Sementara untuk mencari solusi kemiskinan maka perlu dibuatkan pelatihan pelatihan yang bersifat vokasi yang lebih menekankan skill dan sikap tata krama dan sopan santun. Pungkasnya. (sl/red)

Narasumber: (Sholikin Jamik, SH., M.HES)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *